Kepimpinan merupakan satu ’seni’ yang mengarah kepada suatu proses untuk menggerakkan sekumpulan manusia menuju ke suatu tujuan yang telah ditetapkan dengan mendorong mereka bertindak dengan cara yang tidak memaksa yakni kerana mereka mahu melakukannya. Kepimpinan yang baik menggerakkan manusia ke arah jangka panjang, yang betul-betul merupakan kepentingan mereka yang terbaik. Arah tersebut boleh bersifat umum, seperti penyebaran Islam ke seluruh dunia, atau khusus seperti mengadakan conference atau persidangan mengenai isu tertentu. Walaubagaimanapun, cara dan hasilnya haruslah memenuhi kepentingan terbaik orang-orang yang terlibat dalam pengertian jangka panjang yang nyata. Kepimpinan adalah suatu peranan dan juga merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain. Pemimpin adalah anggota dari suatu perkumpulan yang diberi kedudukan tertentu dan diharapkan dapat bertindak sesuai dengan kedudukannya. Seorang pemimpin adalah juga seseorang dalam suatu kumpulan yang diharapkan menggunakan pengaruhnya dalam mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok. Pemimpin yang jujur ialah seorang yang memimpin dan bukan seorang yang menggunakan kedudukannya untuk memimpin. Fenomena kepimpinan dapat dijelaskan melalui konsep-konsep dasar berikut:
- Kepimpinan adalah suatu daya yang mengalir dengan cara yang tidak diketahui antara pemimpin dengan pengikutnya, mendorong para pengikut supaya mengerahkan tenaga secara teratur menuju sasaran yang dirumuskan dan disepakati bersama. Bekerja menuju sasaran dan pencapaiannya memberikan kepuasan bagi pemimpin dan pengikutnya.
- Kepimpinan juga mewarnai dan diwarnai oleh media, lingkungan, pengaruh dan iklim di mana dia berfungsi. Kepimpinan tidak bekerja dalam ruangan yang hampa, tetapi suasana yang diciptakan oleh pelbagai unsur.
- Kepimpinan sentiasa aktif, namun boleh berubah-ubah darjatnya, kepentingannya dan keluasan tujuannya. Kepimpinan itu bersifat dinamik.
- Kepimpinan bekerja menurut prinsip, methodologi dan matlamat yang pasti dan tetap.
A. Apakah kepimpinan yang efektif?
Kepimpinan yang efektif ialah suatu proses untuk menciptakan wawasan, mengembangkan suatu strategi, membangun kerjasama dan mendorong tindakan. Pemimpin yang efektif:
- Menciptakan wawasan untuk masa depan dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang kelompok yang terlibat.
- Mengembangkan strategi yang rasional untuk menuju ke arah wawasan tersebut.
- Memperoleh dukungan dari pusat kekuasaan yang bekerjasama, persetujuan, kerelaan atau kelompok kerjanya diperlukan untuk menghasilkan pergerakan itu.
- Memberi motivasi yang kuat kepada kelompok inti yang tindakannya merupakan penentu untuk melaksanakan strategi.
Suatu kombinasi dari proses biologi, sosial dan psikologi yang kompleks menentukan potensi kepimpinan seorang individu. Potensi ini harus dibina dengan baik supaya efektif. Bukan sesuatu yang pelik sekiranya seseorang itu memiliki sifat kepimpinan namun tidak memanfaatkannya. Dalam kehidupan manusia yang berbeza-beza, sifat ini mungkin diwujudkan dalam suatu situasi yang bervariasi dan muncul pada tahap yang berlainan. Pelaksanaan kepimpinan dipengaruhi oleh lingkungan dan peluang serta keadaan yang terbatas.
B. Pemimpin, Pengurus dan Pengikut
Pemimpin mengendalikan bawahannya untuk mencapai tujuan dengan motivasi dan teladan peribadi. Pengurus memperoleh tingkah laku yang diinginkan dengan menggunakan kedudukan rasmi mereka yang lebih tinggi dalam struktur organisasi. Pemimpin yang baik menyedari bahawa mereka juga harus menjadi pengikut yang baik. Boleh dikatakan, pemimpin juga harus melapor kepada seseorang atau kelompok. Oleh sebab itu mereka juga harus mampu menjadi pengikut yang baik. Pengikut yang baik harus menghindari persaingan dengan pemimpin, bertindak dengan setia dan memahami serta menunjung baik idea, nilai dan tingkah laku pemimpin secara konstruktif. Pengikut atau pemimpin terikat dalam suatu hubungan yang terarah. Oleh itu, pemimpin harus sentiasa memberi perhatian pada kesejahteraan anak buahnya. Pengikut pula harus mendukung pemimpin selagi pemimpin berada di landasan yang benar dan lurus.
III. Ciri-Ciri Pemimpin Islam
Nabi Muhammad SAW bersabda bahawa pemimpin suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut. Oleh kerana itu, pemimpin hendaklah melayani dan menolong orang lain untuk maju. Beberapa ciri penting yang menggambarkan kepimpinan Islam adalah seperti berikut:
- Setia Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah.
- Tujuan Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok tetapi juga dalam ruang lingkup tujuan Islam yang lebih luas.
- Berpegang pada Syariat dan Akhlak Islam. Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang pada perintah syariat. Ketika mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tidak sehaluan dengannya.
- Pembawa Amanah. Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai dengan tanggungjawab yang besar. Al-Qur’an memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap baik kepada pengikutnya sebagaimana Firman Allah SWT:
“iaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka, nescaya mereka mendirikan solat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Surah Al-Hajj, ayat 41).
IV. Prinsip-prinsip Dasar PelaksanaanKepimpinan Islam ada tiga prinsip dasar yang mengatur pelaksanaan kepemimpinan Islam: Syura dan Musyawarah, Keadilan, serta Kebebasan Berfikir dan Memberi Pendapat.
A. Syura dan Musyawarah
Musyawarah adalah prinsip pertama dalam kepemimpinan Islam. Al-Qur’an menyatakan dengan jelas bahwa pemimpin Islam wajib mengadakan musyawarah dengan orang yang mempunyai pengetahuan atau dengan orang yang dapat memberikan pandangan yang baik.
“Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan solat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan kepadanya”. (Surah Asy-Syura, ayat 38).
Rasulullah SAW juga diperintahkan oleh Allah supaya melakukan musyawarah dengan sahabat-sahabat beliau:
“Maka rahmat Allah-lah yang telah menyebabkan kamu berlemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Oleh kerana itu maafkanlah mereka, mohonlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan tersebut. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertawakal kepadaNya” (Surah ‘Ali Imran, ayat 159).
Pelaksanaan musyawarah memungkinkan anggota organisasi Islam turut serta dalam proses membuat keputusan. Pada saat yang sama musyawarah berfungsi sebagai tempat mengawasi tingkah laku pemimpin jika menyimpang dari tujuan umum kelompok. Tentu saja pemimpin tidak wajib melakukan musyawarah dalam setiap masalah. Masalah rutin hendaknya diselesaikan dengan pendekatan berbeza dengan masalah yang berkaitan perbuatan kebijaksanaan. Apa yang rutin dan apa yang tidak harus diputuskan dan dirumuskan oleh setiap kelompok berdasarkan dan bersesuaian dengan ukuran, keperluan, sumber daya manusia, suasana dan lingkungan yang ada. Apa yang pasti, pemimpin harus mengikuti dan melaksanakan keputusan yang telah diputuskan dalam musyawarah. Dia harus menghindari dirinya dari memanipulasi bermain kata-kata untuk menonjolkan pendapatnya atau mengungguli keputusan yang dibuat dalam musyawarah. Secara umum petunjuk berikut dapat membantu untuk menjelaskan ruang lingkup musyawarah:
- Urusan-urusan pentadbiran dan eksekutif diserahkan kepada pemimpin.
- Persoalan yang memerlukan keputusan segera harus ditangani pemimpin dan dibentangkan kepada kelompok untuk ditinjau dalam pertemuan berikutnya atau langsung melalui telefon.
- Anggota kelompok atau wakil mereka harus mampu membuat pemeriksaan semula dan menanyakan tindakan pemimpin secara bebas tanpa rasa segan dan malu.
- Kebijaksanaan yang harus diambil, sasaran jangka panjang yang direncanakan dan keputusan penting yang harus diambil para wakil terpilih diputuskan dengan cara musyawarah. Masalah ini tidak boleh diputuskan oleh pemimpin seorang diri.
B. Keadilan dan Pemimpin yang Adil
Pemimpin seharusnya memperlakukan manusia secara adil dan tidak berat sebelah tanpa mengira suku bangsa, warna kulit, keturunan dan lain-lain. Al-Qur’an memerintahkan agar kaum Muslimin berlaku adil bahkan ketika berurusan dengan para penentang mereka.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum antara manusia supaya kamu berlaku adil.” (Surah An-Nisa’, ayat 58).
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, kerana adil lebih dekat kepada taqwa.” (Surah Al-Ma’idah, ayat 8.)
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi kerana Allah walaupun terhadap dirimu sendiri, ibu-bapa, dan kaum kerabatmu, sama ada ia kaya atau miskin, kerana Allah akan melindungi.” (Surah An-Nisa’, ayat 135).
Selain memenuhi prinsip keadilan yang menjadi asas tertegaknya masyarakat Islam, pemimpin organisasi Islam juga mesti mendirikan badan peradilan internal atau lembaga hukum untuk menyelesaikan pelbagai perbezaan atau pengaduan dalam kelompok itu. Anggota-anggota lembaga tersebut harus dipilih dari orang-orang yang berpengetahuan, arif dan bijaksana.
C. Kebebasan Berfikir dan Memberi Pendapat
Pemimpin Islam hendaklah memberikan ruang dan mengundang anggota kelompok untuk mengemukakan kritikannya secara konstruktif. Mereka dapat mengeluarkan pandangan atau masalah-masalah mereka dengan bebas, serta mendapat jawapan dari segala persoalan yang mereka ajukan. Al-Khulafa’ al-Rasyidin memandang persoalan ini sebagai unsur penting bagi kepimpinan mereka. Ketika seorang wanita tua berdiri untuk memperbetul Saidina Umar ibn al-Khattab sewaktu beliau berpidato di sebuah masjid, beliau dengan rela mengakui kesalahannya dan bersyukur kepada Allah SWT, kerana masih ada orang yang mahu membetulkan kesalahannya. Pada suatu hari Saidina Umar pernah pula bertanya kepada umat Islam mengenai apa yang dilakukan oleh mereka jika beliau melanggar prinsip-prinsip Islam. Seorang lelaki menyebut bahawa mereka akan meluruskan dengan sebilah pedang. Lantar Saidina Umar bersyukur kepada Allah kerana masih ada orang di dalam lingkungan umat yang akan memperbetulkan kesalahannya. Pemimpin hendaklah berjuang menciptakan suasana kebebasan berfikir dan pertukaran gagasan yang sihat dan bebas, saling kritik dan saling menasihati antara satu sama lain, sehingga para pengikutnya merasa senang membincangkan masalah atau persoalan yang menjadi kepentingan bersama. Seorang Muslim disarankan memberi nasihat yang ikhlas apabila diperlukan. Tamim bin Aws meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Agama adalah nasihat”, Kami berkata: “Kepada siapa?” Beliau menjawab: “Kepada Allah, Kitab-kitab-Nya, Rasul- Nya, pemimpin umat Islam dan kepada masyarakat kamu seluruhnya.” (Hadith Riwayat Imam Muslim).
Secara ringkas kepimpinan Islam bukanlah kepimpinan tirani dan tanpa koordinasi. Pemimpin Islam, setelah mendasari dirinya dengan prinsip-prinsip Islam, bermusyawarah dengan sahabat-sahabat secara objektif dan dengan penuh rasa hormat, maka selepas itu menjadi tanggungjawabnya untuk membuat keputusan dan tindakan dengan seadil-adilnya. Perlu difahami dan dingatkan bahawa pemimpin bertanggungjawab bukan hanya kepada para pengikutnya malah apa yang lebih penting ialah dia bertanggungjawab kepada Allah SWT di Akhirat nanti! Sebagai kesimpulannya, di dalam pencarian model pemimpin dan kepimpinan Islam, empat elemen iaitu intelek, rohani, jasmani dan emosi hendaklah diperkukuhkan dan dimantapkan. Keempat-empat elemen ini perlu saling lengkap-melengkapi di dalam pembentukan karakter dan jati diri pemimpin yang unggul. Pastinya ilmu, iman, berhemah tinggi dan hikmah merupakan transformer penganjak yang mesti diaktifkan dan dipastikan terus mengaliri urat nadi kepimpinan umat masa kini dan generasi harapan pimpinan masa depan secara keseluruhannya. Ingatlah bahawa sesungguhnya generasi hari ini penentu kemandirian generasi mendatang. Kitalah rijal dan nisa’ penentu serta pembina hala tuju untuk masa depan agama, bangsa dan negara yang lebih cemerlang, gemilang dan terbilang! Wallahu a’la wa a’lam.